Jangka Jayabaya
atau sering disebut Ramalan Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa
yang salah satunya dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kediri.
Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang
dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga .Asal Usul utama serat jangka
Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yg digubah oleh Sunan Giri Prapen.
Sekalipun banyak keraguan keaslianya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab
Musasar yg menuliskan bahwasanya Jayabayalah yang membuat ramalan-ramalan
tersebut.
Prabu Jayabaya adalah raja agung Kraton Kediri yang sudah misuwur sebagai
narendra gung binathara, mbaudhendha nyakrawati, ambeg adil paramarta, memayu
hayuning bawana. Beliau memang raja besar laksana Sang Hyang Wisnu yang
angejawantah ing madyapada. Sikap hidupnya benar-benar bijak bestari.
Kewibawaannya telah membuat ketentraman dan kemuliaan jagat raya, yang membuat
kerajaan Kediri mencapai masa kejayaan dan keemasan.
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Ingkang Sinuwun Prabu Jayabaya. Sukses gemilang Kraton kediri didukung oleh tampilnya cendekian terkemuka : Empu Sedah, Panuluh, Darmaja, Triguna dan Manoguna. Mereka adalah jaama sulaksana, manusia paripurna yang telah memperoleh derajat oboring jagad raya. Di bawah kepemimpinan Prabu Jayabaya, Kraton kediri mencapai puncak peradaban terbukti dengan lahirnya kakawin Baratayuda, Gathutkacasraya, dan Hariwangsa yang hingga kini merupakan warisan karya sastra bermutu tinggi.
Strategi Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kraton yang beribukota di Dahono Puro bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau. Pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi. Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar sehingga kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja.
Dalam bidang spiritual juga sangat maju. Tempat ibadah dibangun di mana-mana. Para guru kebatinan mendapat tempat yang terhormat. Bahkan Sang Prabu sendiri kerap melakukan tirakat, tapa brata dan semedi. Beliau suka bermeditasi di tengah hutan yang sepi. Laku prihatin dengan cegah dhahar lawan guling, mengurangi makan tidur. Hal ini menjadi aktifitas ritual sehari-hari. Tidak mengherankan apabila Prabu Jayabaya ngerti sadurunge winarah yang bisa meramal owah gingsire jaman. Ramalan itu sungguh relevan untuk membaca tanda-tanda jaman saat ini.
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Ingkang Sinuwun Prabu Jayabaya. Sukses gemilang Kraton kediri didukung oleh tampilnya cendekian terkemuka : Empu Sedah, Panuluh, Darmaja, Triguna dan Manoguna. Mereka adalah jaama sulaksana, manusia paripurna yang telah memperoleh derajat oboring jagad raya. Di bawah kepemimpinan Prabu Jayabaya, Kraton kediri mencapai puncak peradaban terbukti dengan lahirnya kakawin Baratayuda, Gathutkacasraya, dan Hariwangsa yang hingga kini merupakan warisan karya sastra bermutu tinggi.
Strategi Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kraton yang beribukota di Dahono Puro bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau. Pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi. Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar sehingga kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja.
Dalam bidang spiritual juga sangat maju. Tempat ibadah dibangun di mana-mana. Para guru kebatinan mendapat tempat yang terhormat. Bahkan Sang Prabu sendiri kerap melakukan tirakat, tapa brata dan semedi. Beliau suka bermeditasi di tengah hutan yang sepi. Laku prihatin dengan cegah dhahar lawan guling, mengurangi makan tidur. Hal ini menjadi aktifitas ritual sehari-hari. Tidak mengherankan apabila Prabu Jayabaya ngerti sadurunge winarah yang bisa meramal owah gingsire jaman. Ramalan itu sungguh relevan untuk membaca tanda-tanda jaman saat ini.
Sumber : Wikipedia : http://id.wikipedia.org/